Berikan Komentar yang membangun untuk lebih mengembangkan blog ini

Selasa, 04 Desember 2012

PRODUK PENGHIMPUNAN DANA (FUNDING)

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Menurut pasal 1 undang-undang No. 4 Tahun 2003 tentang Perbankan, Bank adalah Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan tidak memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.
Sedangkan menurut pasal 1 undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dengan demikian jelas dinyatakan dalam kedua pasal di atas bahwa bank adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya baik secara syariah maupun konvensional dalam fungsinya sebagai intermediasi antara masyarakat yang memiliki dana lebih (deposan) dengan masyarakat yang membutuhkan dana (kreditur).
Perkembangan dan pertumbuhan dunia perbankan akan sangat di pengaruhi oleh kemampuannya dalam menghimpun dana masyarakat, baik bersekala kecil maupun besa dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, masalah bank yang paling utama adalah dana. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berfungsi sama sekali. Sebagai sebuah lembaga keuangan, perbankan Islam juga melakukan kegiatan penghimpunan dana agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Penghimpunan dana di bank Islam dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito dengan menggunakan prinsip wadi’ah dan mudharabah sebagai prinsip operasional Islam yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat.
Produk penghimpunan dana bank syariah terbagi menjadi produk dana simpanan produk dana investasi, dimana perbedaan keduanya terletak pada motif dasar nasabah. Dana simpanan merupakan dana pihak ketiga atau dana masyarakat yang dititipkan dan disimpan di bank, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada bank dengan media penarikan tertentu.
Dalam fungsinya sebagai intermediasi antara deposan dengan kreditur, maka bank harus melakukan kegiatan penghimpunan dana dari pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada kreditur.
B.       Rumusan Masalah
Dalam makalah ini nantinya akan dibahas adalah mengenai :
1.      Apa yang dimaksud dengan penghimpunan dana (funding)?
2.      Produk-produk penghimpunan dana secara syariah sesuai dengan subject yang dikenakan dalam Bank Syariah.
3.      Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penghimpunan dana masyarakat
4.      Tujuan dilakukannya penghimpunan dana masyarakat
Demikian materi yang akan kami sampaikan dalam makalah ini, semoga dapat bermanfaat.
 

 
BAB II
PEMBAHASAN
 
A.      Pengertian, prinsip dan tujuan penghimpunan dana
Pengertian penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposn dengan pihak kreditur.
Prinsip yang digunakan ada dua bergantung dari jenis banknya yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah dengan prinsip konvensional dan dengan prinsip syariah. Ada pun dalam materi makalah ini hanya akan dibahas mengenai Bank Syariah dengan prinsip penghimpunan dana secara syariah.
Dalam Bank Syariah, klasifikasi penghimpunan dana yang utama tidak didasarkan atas nama produk melainkan atas prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.
Prinsip wadiah dalam perbankan syariah dapat diterapkan pada kegiatan penghimpunan dana berupa giro dan tabungan. Di Indonesia, hampir semua Bank Syariah menerapkan prinsip wadiah pada tabungan giro. Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada Bank Syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
Penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah, dapat dibagi atas dua skema yaitu skema muthlaqah dan skema muqayyadah. Dalam penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah muthalaqah, kedudukan Bank Syariah adalah sebagai mudharib (pihak yang mengelola dana) sedangkan penabung atau deposan adalah pemilik dana (shahibul maal). Hasil usaha yang diperoleh bank selanjutnya dibagi antara bank dengan nasabah pemilik dana sesuai dengan porsi nisbah yang disepakati dimuka. Dalam penghimpunan dana dengan pinsip mudharabah muqayyadah, kedudukan bank hanya sebagai agen saja, karena pemilik dana adalah nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah, sedang pengelola dana adalah nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah. Pembagian hasil usaha dilakukan antara nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah dengan nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah. Bank sebagai agen dalam hal ini menerima fee saja. Pola investasi terikat dapat dilakukan dengan cara chaneling dan executing. Pola chaneling adalah apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun. Pola executing adalah apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko. Prinsip mudharabah muthlaqah dapat diterapkan dalam kegiatan usaha bank syariah untuk produk tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
Tujuan dari kegiatan penghimpunan dana adalah untuk memperbesar modal, memperbesar asset dan memperbesar kegiatan pembiayaan sehingga nantinya dapat mendukung fungsi bank sebagai lembaga intermediasi.
B.       Prinisip Penghimpunan Dana
Produk penghimpunan dana bank syariah terbagi menjadi produk dana simpanan produk dana investasi, dimana perbedaan keduanya terletak pada motif dasar nasabah. Dana simpanan merupakan dana pihak ketiga atau dana masyarakat yang dititipkan dan disimpan di bank, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada bank dengan media penarikan tertentu.
Dapat disimpulkan beberapa karakteristik produk dana simpanan ini, yaitu:
1.  Motif utama nasabah adalah simpanan/titipan, bukan investasi.
2.  Bisa ditarik sewaktu-waktu oleh nasabah.
3.  Bisa dimanfaatkan oleh bank.
Penghimpunan dana di bank syari’ah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syari’ah yang diterapkan dalam pennghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.
1.      Prinsip Wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu ataupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapa saja si penitip menghendaki.
Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad dhaman yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadiah dhaman berbeda dengan wadiah amanah. Dalam wadiah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititip. Sedangkan dalam hal wadiah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawan atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Dengan demikian akad wadiah ini mengandung unsur amanah, kepercayaan (trusty).
Karena wadiah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnhya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindah sebagai yang dipinjami. Jadi mirip seperti yang dilakukan Zubair bin Awwam ketika menerima titipan uang di zaman Rasulullah Saw.
Dari prinsip wadiah ini dikembangkan produk tabungan dan Giro, sehingga terdapat dua jenis penghimpun dana yaitu produk :
1)    Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Terkait dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai hak untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut. Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan tersebut serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya (nasabah) menghendaki. Di sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil pemanfaatan harta titipan tersebut.
Dalam tabungan wadiah, bank dengan nasabah tidak boleh mensyaratkan pembagian hasil keuntungan atas pemanfaatan harta tersebut. Namun bank diperbolehkan memberikan bonus (fee) kepada pemilik harta titipan (nasabah) selama tidak disyaratkan dimuka. Dengan kata lain, pemberian bonus (fee) merupakan kebijakan bank yang bersifat sukarela.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik beberapa ketentuan umum berkenaan dengan tabungan wadiah, yaitu sebagai berikut:
 Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik.
  Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi hak atau tanggung jawab bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan menanggung kerugian.
 Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai insentif selama tidak diperjanjikan di akad awal pembukaan rekening.
2)    Giro Wadiah
Secara umum, yang dimaksud dengan giro adalah cek, bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya, atau dengan pemindah bukuan. Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang benar secara syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
Yang dimaksud giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Dalam konsep wadiah yad al-dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Hal ini berarti wadiah yad dhamanah mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh, yakni nasabah bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami. Dengan demikian, pemilik dana dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk memberikan imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut.
Dari pemaparan di atas, maka dapat dinyatakan beberapa ketentuan umum giro wadiah sebagai berikut:
   Dana wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadiah tersebut.
   Keuntungan atau kerugian dari pegelolaan dana menjadi milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik tidak dijanjikan imbalan atau menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak diperjanjikan di awal.
   Pemilik dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu (on call), baik sebagian maupun seluruhnya.
a.       Dasar hukum akad wadiah ini antara lain adalah :
1)      Dalam surat Al-Baqarah ayat 283 :
2)      Sabda Nabi Saw : “Serahkanlah amanat kepada orang yang mempercayai anda dan janganlah anda menghianati orang yang menghianati anda. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Hakim).
3)      Dari Ibnu Umar berkata : Bahwasanya Rasulullah Saw. telah bersabda : “Tiada kesempurnaan iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi orang yang bersuci”. (HR. Thabrani)
 
b.      Rukun Wadiah meliputi :
1)      Barang yang disimpan/dititipkan  (wadiah)
2)      Pemilik barang/uang, yang bertindak sebagai pihak yang menitipkan (muwaddi’)
3)      Pihak yang menyimpan atau memberikan jasa kustodian (mastawda’)
4)      Ijab kabul (sighat)
c.       Ketentuan umum dari produk ini adalah :
1)      Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hal milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
2)      Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syari;ah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bliyet giro dan debit card.
3)      Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
4)      Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah
d.      Jenis-jenis wadiah:
1)        Wadiah yad al-Amanah: safe deposit box, rahn
Nasabah
(Penitip)
Mustaudi’
Bank
(Penyimpan)
Mustawda’
1. Titipan Barang/Uang
4. Beri Bonus
3. Bagi Hasil
2. Pemanfaatan Barang/Uang
Pengguna Dana
Wadi’ah yad al-amanah atau titipan murni, dimana pihak yang dititipi/bank/ mustawda’ tidak boleh memanfaatkan barang yang dititipkan dan sebagai imbalan atas pemeliharaan barang tersebut, pihak yang menerima titipan/bank dapat meminta biaya penitipan.
 
 
 
 
2)        Wadiah yad adh-Dhamanah: giro wadiah
Wadi’ah yad adh-dhamanah atau titipan yang mengandung pengertian bahwa penerima titipan diperbolehkan memanfaatkan dan berhak mendapat keuntungan dari barang titipan tersebut dengan syarat tidak diperjanjikan sebelumnya, dan penerima titipan harus bertanggung jawab atas barang titipan apabila terjadi kerusakan.
 (Penitip, Mustaudi’)
 (Penyimpan, Mustawda’)
Titipan Barang/Uang
 

2.      Prinsip Mudharabah
Menurut IAI (2002: 59.2), “Mudharabah adalah akad kerjasama antara shahibul maal  (pemilik dana) dan mudharib  (pengelola dana) untuk mencari keuntungan dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka.” Menurut Abdullah Saeed (2004: 77), “Mudharabah adalah  kontrak antara dua pihak dimana satu pihak yang disebut rab al-mal  (investor) mempercayakan uangnya kepada pihak kedua, yang disebut mudharib.
Mudharib menyumbangkan tenaga dan waktunya dan mengelola kongsi mereka sesuai dengan syarat-syarat kontrak, dimana jika ada keuntungan, maka akan dibagi antara investor dan mudharib berdasarkan proporsi yang telah disepakati sebelumnya, dan kerugian jika ada akan ditanggung sendiri oleh investor. Salah satu hikmah dibolehkannya mudharabah adalah agar pemilik modal yang tidak memiliki pengalaman dalam bisnis atau tidak ada peluang untuk berusaha sendiri dengan orang yang memiliki kemampuan dan pengalaman di bidang tersebut, tapi tidak memiliki modal.
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul mal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib-ada pemilik dana, ada usaha yang akan dibagi hasilkan, ada nisbah, ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.
 
Bagi Hasil
Investor
(Pemilik Dana)
Bank
(Pelaksana Usaha)
Mitra
Usaha
Mitra
Usaha
Mitra
Usaha
Investasi
Mudharabah
Bagi Hasil
Bayar Cicilan
Menjual Jasa
Bayar Cicilan
Bayar Cicilan
Bayar Cicilan
Bagi Hasil
Kerjasama
 
 
 
 
 

Berdasarkan kewanangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi menjadi tiga, yaitu :
a.       Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investment Account)
b.      Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet (Restricted Investment Account)
c.       Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet
 
1.      Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investment Account)
Dalam mudharabah mutlaqah  tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan data yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada bank, ke bisnis apa dana yang disimpannya itu hendak disalurkan, atau menetapkan penggunaan akad-akad tertentu, ataupun mensyaratkan dananya diperuntukkan bagi nasabah tertentu. Jadi bank memiliki kebebaran penuh untuk menyalurkan dana URIA ini ke bisnis manapun yang diperkirakan menguntungkan.
Dari penetapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan produk tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpun dana yaitu :
1)      Tabungan Mudharabah
Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah sendiri mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutalaqah dan mudharabah muqayyadah, perbedaan yang mendasar diantara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik harta kepada pihak bank dalam mengelola hartanya. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib berhak untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Namun, di sisi lain, Bank Syariah juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.
Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan membagikan hasil kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi bukan akibat kelalaiannya. Namun, bila yang terjadi adalah miss management (salah urus), bank bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup biaya oprasional tabungan dengan hasil nisbah yang menjadi hak nasabah pemilik dana. Disamping itu, bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah penabung tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku. PPH bagi hasil tabungan mudharabah dibebankan langsung ke rekening tabungan nasabah pada saat penghitungan bagi hasil.
Perhitungan bagi hasil mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitung di tiap akhir bulan dan di buku awal bulan selanjutnya
2)      Deposito Mudharabah
Yang juga termasuk produk bank dalam bidang penghimpunan dana (founding) adalah deposito. Berdasarkan undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.
Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.
Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, Bank Syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga.
Dengan demikian, Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai wali amanah (trustee), yakni harus bertindak hati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Di samping itu, Bank Syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar aturan syariah. Kemudian keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal pembukaan rekening.
Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi bukan akibat kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah miss management (salah urus), maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
Dalam penggunaan dana deposito mudharabah muqayaddah ini terdapat dua metode, yaitu:
 Cluster Pool of Found Yaitu penggunaan dana untuk beberapa proyek dalam suatu jenis industri bisnis.
 Specific Product Yaitu penggunaan dana untuk suatu proyek tertentu.
Berdasarkan prisnip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
Ketentuan umum dalam produk ini adalah :
a)      Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan ketentuan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
b)      Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memerikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bliyet) deposito kepada deposan.
c)      Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.
d)     Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.
e)      Ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito berlaku sepanjang tidak benrtentangan dengan prinsip syari’ah
2.      Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet (Restricted Investment Account)
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
Karakterisk jenis simpanan ini adalah sebagai berikut :
1)     Pemilik dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
2)     Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercaai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
3)     Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekeniing lainnya.
4)     Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bliyet) deposito kepada deposan.
3.      Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet
Jenis mudharabah ini meruapakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindah sebagai perantara (arrange) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut :
1)      Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus . bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening adminstratif.
2)      Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
3)     
Investor
(Pemilik Dana)
Mitra Kerja
(Pelaksana Usaha)
Dana Mudharabah
Bagi Hasil Usaha
Komisi
Jasa Mempertemukan
Bank
(Arranger)
Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
 
 
 
 
 
3.      Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul
Wakalah (Perwakilan), dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
 BAB III
 
KESIMPULAN
 
Dari penjelasan diatas penulis dapat simpulkan bahwa segala bentuk lembaga yang ada, hal yang paling diutamakan disini adalah dana. Dengan adanya dana yang cukup, bank akan dapat berfungsi dengan baik apalagi jika dana tersebut akan dikelola oleh lembaga yang bersih dari segala yang berbau riba yang mana lembaga yang lebih berperan dalam hal ini adalah Bank Syari’ah. Dengan adanya Bank syari’ah yang menggunakan produk-produk dengan prinsip-prinsip yang syar’iah akan mempengaruhi ketertarikan minat masyarakat dan mendorong masyarakat untuk menyimpan dananya di Bank Syariah dengan pengetahuan nasabah tentang bank syariah, adanya organisasi penjamin pelaksanaan kegiatan bank syariah, konsekuensi terhadap perjanjian, kehalalan investasi yang dilakukan bank syariah, penyelesaian masalah antara nasabah dengan bank syariah, pelayanan dan integritas pegawai bank syariah, prinsip titipan atau simpanan, prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, prinsip akad sewa dan ketertarikan terhadap bank syariah itu sendiri.
Dengan segala transaksi dan produk-produk yang digunakan Bank Syari’ah bertujuan untuk membersihkan harta dan menyelamatkan ummat Islam dari segala transaksi yang membawa kemudharatan bagi umat Islam, sehingga bisa bertransaksi dengan aman dan halal demi kebaikan dunia dan akhirat.

 DAFTAR PUSTAKA
 
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta; Kencana 2010,
Janwari, H.A. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat-Sebuah Pengenalan. Jakarta; PT. Raja Grapindo Persada, 2002.
Bank Indonesia. Buku Saku IB (Islamic Bank). Jakarta.
 

Tidak ada komentar: